Kuasa Hukum Minta Hakim Pertimbangkan Lex Specialis




Suasana Sidang


Jakarta - Kuasa hukum mantan Dirut Indosat Mega Media (IM2) meminta kepada Majelis Hakim pengadilan Tipikor agar mempertimbangkan asas lex specialis derogat legi generali dalam menangani kasus dugaan korupsi Rp 1,3 triliun atas tuduhan penyalahgunaan frekuensi 2,1 GHz Indosat.

Menurut Luhut Pangaribuan, selaku kuasa hukum mantan Dirut IM2 Indar Atmanto, seharusnya UU Telekomunikasi sebagai ketentuan yang khusus mengatur mengenai telekomunikasi mengenyampingkan ketentuan umum lainnya, termasuk UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).


"Untuk itu kami sangat berharap Majelis Hakim nantinya akan memperhatikan asas lex specialis derogat legi generali, ketentuan khusus mengenyampingkan ketentuan yang umum," papar Luhut dalam keterangannya kepada detikINET usai persidangan, Senin (14/1/2013).


Mantan Dirut IM2 Indar Atmanto telah menjalani persidangan pertamanya di pengadilan Tipikor, Jakarta. Sidang pengadilan yang dimulai sejak pukul 10.00 pagi itu dibuka oleh Hakim Ketua Antonius Widjantono.


Sidang pertama dengan agenda pembacaan dakwaan dipimpin oleh oleh tim Jaksa Penuntut Umum, Fadil Djumhana Harahap. Dakwaan tersebut menyatakan terdakwa melakukan korupsi karena menggunakan frekuensi 2,1 GHz Indosat tanpa izin. Sedangkan terdakwa menolak tegas tidak menyalahgunakan frekuensi yang dimaksud.


"Terkait dengan tuduhan Jaksa Penuntut Umum bahwa terdakwa telah melanggar ketentuan dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, perlu kita pahami bersama bahwa tuduhan tersebut didasarkan pada anggapan JPU bahwa IM2 tidak membayar kewajibannya berupa up front fee dan BHP Spektrum Frekuensi Radio sehingga menyebabkan kerugian negara," kata Luhut.


Menurutnya, kewajiban tersebut bukanlah kewajiban IM2 karena IM2 tidak melakukan penggunaan bersama pita frekuensi.


Apalagi, lanjut Luhut, Menkominfo Tifatul Sembiring telah mengirimkan surat kepada Indosat dan Jaksa Agung yang menegaskan bahwa perjanjian kerjasama antara IM2 dan Indosat sudah sesuai dengan hukum dan IM2 telah memenuhi kewajiban-kewajibannya.


"Perlu kami tegaskan bahwa Perjanjian Kerjasama antara IM2 dan Indosat bukanlah perjanjian untuk melakukan penggunaan bersama pita frekuensi 2,1 GHZ (3G/HSDPA) yang dialokasikan kepada Indosat, melainkan perjanjian agar IM2 dalam menyediakan jasa internet kepada masyarakat menggunakan jaringan 3G milik Indosat," paparnya.


Menurutnya, pelanggan IM2 mengakses internet melalui jaringan 3G milik Indosat. Jadi, pita frekuensi tersebut tidak dialihkan atau digunakan langsung oleh IM2, melainkan tetap menjadi milik Indosat.


"IM2 apalagi Indar Atmanto sebagai perseorangan tidak dapat menggunakan internet karena mereka tidak membangun BTS. Hanya mereka yang membangun BTS-lah yang dapat menggunakan frekuensi," tegas Luhut.


Ia juga mengatakan, penggunaan jaringan bergerak seluler milik penyelenggara jaringan oleh penyelenggara jasa merupakan suatu kegiatan yang diperbolehkan oleh UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi beserta peraturan terkait lainnya.


Bahkan berdasarkan Pasal 12 PP No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam hal ini salah satunya adalah Indosat, wajib memenuhi setiap permohonan dari calon pelanggan jaringan telekomunikasi yang telah memenuhi syarat-syarat berlangganan jaringan telekomunikasi seperti IM2.


Contoh Kasus Lain


Dalam kasus tudingan korupsi oleh IM2 ini, Luhut juga memberi contoh penanganan kasus di media massa.


"Contohnya di bidang pers, teman-teman dapat melihat SEMA No. 23 Tahun 2008 yang menghimbau para hakim untuk meminta keterangan dari ahli di bidang pers saat menangani perkara yang berhubungan dengan delik pers demi mendapat gambaran obyektif mengenai ketentuan-ketentuan dalam UU Pers," paparnya.


"Melalui SEMA ini maka kita dapat melihat bahwa Mahkamah Agung menghimbau hakim untuk menerapkan asas lex specialis derogat legi generali, yaitu dengan menggunakan ketentuan-ketentuan dalam UU Pers saat menangani kasus di bidang pers," ujarnya lebih lanjut.


Ahli di bidang pers dihadirkan karena pers seharusnya diberi kesempatan untuk melayani hak jawab terlebih dahulu, jika pers melanggar ketentuan tersebut barulah perusahaan pers yang bersangkutan dipidana dengan pidana denda menurut UU Pers.


"Jadi, tidak serta merta pers dihukum dengan KUHP. Demikian pula dengan kasus ini, seharusnya UU Telekomunikasi yang digunakan jika memang JPU menuduh IM2 tidak membayar kewajibannya, bukan dengan langsung menerapkan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," pungkas Luhut.


Pada sidang pertama hari ini, terdakwa Indar Atmanto melalui tim kuasa hukumnya mengajukan epsepsi terhadap dakwaan dari penuntut hukum, dan majelis hakim memutuskan untuk menunda sidang sampai dengan Senin depan (21/1/2013) dengan agenda pembacaan epsepsi terdakwa.


( rou / ash )


Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!