Direksi Indosat di Komisi I DPR (rou/inet)
Jakarta - Komisi I DPR RI mempermasalahkan perjanjian kerja sama (PKS) antara Indosat dan anak usahanya Indosat Mega Media (IM2) yang menjadi awal dari kasus dugaan korupsi Rp 1,3 triliun atas tuduhan penyalahgunaan frekuensi 2,1 GHz.
Dalam PKS Indosat-IM2 yang dipaparkan President Director & CEO Indosat Alexander Rusli dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), disebutkan bahwa dalam kerja sama antara keduanya, IM2 mendapatkan 34% dari pendapatan hasil penjualan jasa 3G bersama Indosat.
Nah, masalah ini yang kemudian dipermasalahkan Evita Nur Santy, anggota Komisi I DPR. Sebab menurutnya, jika ada profit sharing berarti IM2 turut menikmati penggunaan frekuensi, bukan sewa layaknya penyelenggara jasa internet lainnya.
"Antara profit sharing dan sewa-menyewa itu tidak sama. Ini yang harus diklarifikasi," tegas Evita kepada jajaran direksi Indosat dalam RDPU di Komisi I DPR RI, Jakarta, Selasa (15/1/2013).
Alex yang dimintai klarifikasi seperti itu sempat tergagap-gagap dalam memberikan penjelasan.
"Meskipun PKS dituliskan ada profit sharing, tapi substansinya tidak begitu. Itu murni hanya sewa-menyewa saja maksud perkataan yang dituliskan dalam pasal perjanjian," jelasnya.
Evita pun di akhir RDPU menyatakan akan terus mendalami kasus ini agar lebih komprehensif.
"Kami akan collecting data untuk galang informasi. Kami akan gali lebih dalam lagi soal PKS tadi, sebab pandangan orang kan berbeda-beda," urainya.
Usai paparan Indosat di DPR hari ini, Selasa (15/1/2012), Komisi I akan mengagendakan rapat dengan Kementerian Kominfo, Kejaksaan Agung, serta saksi ahli telekomunikasi. "Ini guna mendapat informasi yang lebih intensif," kata Ramadan Pohan, Wakil Ketua Komisi I.
( rou / ash )
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!