Menakar Penggunaan Big Data dalam Sepakbola

Jakarta - Bagi Anda yang akrab dengan dunia industri manufaktur skala besar, plesetan "Setan Aja Pusing" atau SAP ini mungkin akan terasa familiar di telinga. Plesetan ini timbul akibat kerumitan penggunaan satu piranti lunak [software] yang digunakan di banyak perusahaan besar di dunia. Menurut mereka yang pernah mempelajari piranti ini, jangankan manusia, setan pun pusing mengoperasikannya.

Fungsi piranti lunaknya sendiri adalah untuk mem-program pengaturan sumber daya, atau penjadwalan produksi, atau pengaturan aset, atau banyak lagi kegiatan lainnya. Intinya adalah berbagai piranti lunak untuk menjalankan suatu bisnis. Singkatan SAP-nya diambil dari nama perusahaan pembuatnya: SAP AG.


Lalu apa hubungannya salah satu perusahaan software terbesar di dunia ini dengan sepakbola? Kaitannya tentu saja dengan angka, atau lebih jauhnya lagi dengan sport science, atau bagaimana data sedang merevolusi dunia olahraga.


Dunia (Data) yang Bergerak Cepat


Revolusi terdengar sedikit ekstrem, memang. Namun nyatanya perubahan drastis sedang terjadi dalam satu dekade kebelakang. Moneyball boleh jadi populer semenjak 2004, tapi setelah itu perkembangan sangat cepat berlangsung. Bukan hanya evolusi yang berlangsung setahap demi setahap.

Demikian pula dengan fungsinya. Data digunakan tak hanya melulu masalah perekrutan pemain, tapi merambah aspek bisnis lainnya.


Taruhlah saja SAP. Bersama dengan San Fransisco 49ers (dikenal dengan Niners), salah satu tim American Football, SAP perlahan mulai merubah wajah NFL, atau National Football League di Amerika.


Semula 49ers hanya meminta satu piranti lunak terkait pengukuran kinerja pemain. Yaitu piranti lunak untuk mencari bakat pemain, mengevaluasi performa, serta menganalisis dan memberikan informasi pemain secara real-time dari database. Namun, dalam perkembangannya, olah data ini berlanjut ke masalah konsumen. Ya, kini SAP pun bahkan menganalisis profil konsumen bagi 49ers.


Sebagai contoh sederhana, 49ers menggunakan database untuk mengetahui tanggal lahir seorang pemegang tiket terusan. Klub ini kemudian mengirimkan kupon diskon digital secara otomatis melalui e-mail, atau melalui sms, saat sang konsumen menginjakkan kaki ke dalam stadion.

Sebagaimana terjadi di industri lainnya, analisis profil konsumen ini tentu jadi hal yang penting untuk dilakukan banyak institusi di dunia. Apalagi dunia olahraga memang menggantungkan kekuatan finansial dari penjualan tiket.


Adanya dari siaran langsung, baik oleh TV atau internet, sementara harga tiket melambung tinggi, menyebabkan banyak klub yang mencari akal untuk menggaet penonton ke stadion. Maka kehadiran SAP dan kemampuannya untuk menganalisis profil konsumen, untuk membangun kedekatan klub dan konsumen, jadi hal krusial.


Hubungan 49ers dan SAP ini berjalan secara mutualisme. Niners mulai tahu trik untuk menggaet pendukungnya ke stadion, sementara SAP belajar caranya mengekspansi bisnis mereka. Dulunya SAP melayani klien berupa perusahaan besar. Tapi melalui olahraga --industri yang memang mempertemukan produsen dan konsumennya secara langsung-- SAP mulai belajar caranya memperkenalkan teknologi kepada klien perorangan.


Misalnya saja di NBA. Pada Februari lalu, SAP bersama dengan NBA meluncurkan satu fitur baru di situs NBA.com. Gunanya adalah untuk fans menganalisis statistik pertandingan, mulai dari game terbaru hingga game tahun 1946, tahun pertama kalinya NBA ada.


Jika sukses dengan fitur ini, maka bukankah nama SAP akan naik di mata jutaan penggemar basket? Bukan tidak mungkin plesetan Setan Aja Pusing akan segera menghilang.


Sepakbola yang Mulai Berubah


Berbeda dengan american football, baseball, atau basket, selama puluhan tahun sepakbola dikenal sebagai olahraga yang enggan untuk berubah. Ia juga memiliki resistensi tinggi terhadap teknologi. Sementara tenis sudah menikmati keuntungan hawk-eye selama bertahun-tahun, bukankah baru di musim ini Premier League membuka keran penggunaan teknologi serupa?


Keengganan untuk berubah sendiri lebih banyak berlangsung di lapangan hijau. Untuk urusan meningkatkan kebugaran atau kondisi fisik pemain, tak jarang sepakbola membuka diri pada ilmu-ilmu baru. Berbagai metode untuk mengoptimalkan diet, mengelola sesi latihan, atau untuk mengurangi risiko cedera dan mempercepat penyembuhan, acapkali dikembangkan.


Namun, urusan yang menyangkut masalah pengambilan keputusan, terutama penilaian pemain, lebih banyak diserahkan pada insting seorang pemandu bakat. Tak heran jika populernya penggunaan data baru berlangsung selama 8 tahun ke belakang.


Selain karena didorong teknologi yang semakin berkembang, populernya penggunaan data di sepakbola ini boleh jadi disebabkan "harga" kekalahan yang semakin mahal. Dahulu, terlempar dari zona Liga Champions atau terdegradasi ke divisi bawah bukan jadi persoalan hidup-mati. Namun saat ini kekalahan bisa berarti kehilangan uang berupa hak siar televisi dengan nilai besar. Kalah bisa berarti terancamnya kelangsungan hidup klub.


Maka klub pun mulai berusaha untuk memastikan kemenangan. Entah dengan pemilihan pemain yang sesuai, atau menggunakan data real-time dalam mengubah taktik saat pertandingan. Jika pada waktu turun minum seorang pelatih mengetahui heat-map dari tim lawannya, bukankah ia akan menggunakan data itu untuk menyesuaikan taktiknya?


Maka di atas stadion belasan kamera pun dipasang untuk mengikuti pergerakan, mencatat jarak tempuh, kecepatan, dan akselerasi pemain. Para ahli statistik juga mulai mengendalikan permainan dari balik layar. Dari satu pertandingan saja, para analis ini bisa mendapatkakan hampir 2.000 kejadian.


Big Data Semakin Banyak, Semakin Cepat


Jika dari satu pertandingan saja bisa diperoleh 2.000 data, maka bayangkan berapa banyak data dalam satu musim dari seluruh negara di Eropa. Ya, kenyataannya adalah ada banyak sekali data yang harus diproses dalam sepakbola.


Padahal, dibanding basket, jumlah data dalam pertandingan sepakbola masi tergolong minim. Setiap laga, SportsVU, salah satu jasa penyedia data, bisa mencatatkan hingga 1 juta kejadian di lapangan basket. Demikian pula dengan baseball. Praktek yang dilakukan Billy Bean saat mempopulerkan konsep Moneyball pun terlihat amatir jika dibandingkan dengan analisis yang berkembang di dunia baseball saat ini.


Maka keterlibatan salah satu perusahaan besar seperti SAP, atau Oracle, dalam sepak bola sebenarnya memang tinggal menunggu waktu. Selama bertahun-tahun mereka telah paham cara menangani big data --atau set data yang jumlahnya besar dan kompleks, sehingga sulit untuk diproses menggunakan manajemen data tradisional-- yang kini mulai hadir di sepakbola.


Kemampuan menyusun algoritma dan untuk menyaripatikan kesimpulan penting dari jutaan data jadi faktor yang lebih penting ketimbang sekadar memiliki data. Inilah yang mampu ditawarkan oleh perusahaan raksasa sekelas SAP.


Lewat aplikasinya, mereka mampu memangkas proses scouting untuk 49ers jadi empat hingga lima tahapan saja (semula 12 tahapan). Mereka mampu menerjemahkan sekian banyak informasi sehingga mudah dicerna oleh pelatih atau pemandu bakat.


Sinisme Para Konservatif


Para tradisionalis di sepak bola sebenarnya sempat sinis akan kegunaan data ini. "Mungkin analisis data bisa digunakan dalam olah raga yang tidak kontinyu seperti baseball, atau dalam olahraga yang sifatnya lebih mirip dengan sitausi bola mati. Tapi lebih sulit dilakukan di sepak bola yang banyak dipengaruhi oleh flow dan momentum," ujar mereka.


Namun, jangan dilupakan bahwa para analis data sepak bola ini datang dari berbagai keilmuan yang akrab dengan kompleksitas seperti sepak bola. Di Chelsea, misalnya. Salah satu ahli statistik yang mereka kontrak punya pengalaman dalam dunia asuransi, yang juga memanfaatkan big-data dalam pengambilan keputusan.


Dalam salah satu artikelnya, Simon Kuper pun pernah menyatakan bahwa hampir sepertiga gol datang dari situasi bola mati. Jika demikian, meningkatkan kemampuan mencetak gol bahkan hanya 10% dari situasi bola mati ini pun seharusnya bisa jadi faktor pembeda.


Lagi-lagi, untuk menjauhkan diri dari harga kekalahan yang semakin mahal, meningkatkan performa sebesar 5% pun tentu jadi jalan yang mesti ditempuh oleh banyak tim.


Lalu Apa di Masa Depan?


Meramal perubahan yang akan dibawa oleh perusahaan semacam SAP dan konsep big data dalam sepakbola tentu tak mudah. Selain karena tak ada preseden-nya, banyak ahli data yang mengatakan bahwa revolusi data di dunia sepakbola baru saja dimulai.


Satu hal pasti adalah keterlibatan data memang tak bisa dibendung lagi. Mulai dari perekrutan pemain, penjualan tiket dan merchandise, hingga negosiasi kontrak pemain tak bisa lagi lepas dari peran para nerds di balik layar komputer. Di baseball saja, menurut Rob Manfred, executive vice president dari MLB (Major League Baseball), kehadiran para analis ini dalam negosiasi kontrak lebih penting ketimbang para ahli hukum.


Ya, dengan semakin mudahnya akses terhadap data dan (tentu saja) analisanya, keputusan-keputusan rasional berdasarkan angka tentu akan lebih sering diambil.


Hal yang menarik untuk diamati kedepannya adalah peran pelatih. Selain masalah penyesuaian taktik, masalah pertanggungjawaban pelatih pun, saya pikir, jadi satu hal yang akan dipengaruhi.


Jika fans dengan mudah bisa mempertanyakan keputusan pelatih untuk memainkan seorang pemain yang performa secara statistiknya jelek, bagaimana dengan pemilik klub? Seiring dengan semakin terukurnya performa pemain, dan semakin canggihnya analisa pertandingan, bukankah kinerja manager pun semakin mudah dievaluasi?


Hal lain yang mungkin dipengaruhi adalah masalah harga pemain. Dengan semakin rasionalnya keputusan yang diambil, dan para pemilik klub yang tidak tergesa-gesa mengeluarkan pundi-pundi uangnya karena adanya analisis dari para statician, bukan tidak mungkin harga transfer meroket tinggi dalam 10 tahun ke belakang bisa dikendalikan.


Apapun yang nantinya bisa terjadi di masa depan, gelombang data dalam jumlah besar ini tak bisa dihentikan. Entah itu data di peristiwa masa lampau, atau data real-time.


Pilihan untuk klub-klub hanya jadi satu: siap beradaptasi atau mati.


====


*akun Twitter penulis: @vetriciawizach dari @panditfootball


(tyo/tyo)