'Akuisisi XL-Axis Tak Mencakup Spektrum'

Jakarta - Saudi Telecom Company (STC) membuat keputusan untuk menjual Axis Telekom Indonesia ke XL Axiata. Sebelum akuisisi ini mencapai kata sepakat, harus ada yang diperhatikan oleh keduanya.

Memang secara hukum merger antara kedua operator telekomunikasi ini tidak dilarang asal sesuai koridor UU no 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi dan UU nomor 5 tahun 1999 tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.


Menurut pakar hukum telekomunikasi UI Edmon Makarim, karakteristik industri telekomunikasi di Indonesia adalah sektor industri jasa yang regulated.


"Oleh karena itu, pengaturannya adalah melalui mekanisme perizinan agar tidak terjadi interferensi dalam spektrum frekuensi yang tidak optimal," sebutnya kepada sejumlah wartawan, Senin (26/8/2013).


Sementara itu dari mata 'telekomunikasi, ukuran "dominan" tidak hanya atas dasar jumlah pengguna saja, melainkan juga sepanjang tidak membuat spektrum frekuensi menjadi terkonsentrasi pada satu pihak saja.


Namun, dipahami bahwa bila merger ini tidak menyebabkan monopoli, maka tidak berarti otomatis bergabungnya lisensi pemanfaatan spektrum frekuensi.


Edmon mengatakan, izin frekuensi sebenarnya lebih tepat istilahnya adalah Assignment untuk dapat duduk pada spektrum frekuensi tertentu sesuai alokasinya, tidak dengan serta merta terjadi penggabungan blok meskipun sebelumnya masing-masing telah mendapatkan blok tertentu.


"Disinilah berbedanya pandangan orang ekonomi dengan orang hukum, karena ahli ekonomi telah mencatatkan lisensi sebagai aset, meskipun menurut hukum selayaknya belum dapat dinyatakan demikian, karena lisensi bukanlah barang yang dapat dialihkan. Jadi mengakuisi perusahaan lain tidak berarti mengakuisi lisensi yang diperolehnya hal tersebut jelas berbeda," ujarnya.


Pun seandainya Axis sudah mengembalikan frekuensi dari beberapa blok ke pemerintah, menurut Edmon, tak seharusnya bisa didapatkan XL begitu saja.


Ada aspek lainnya dari sisi teknis untuk menggarap blok yang ditinggalkan. Edmon menganologikan, bila seandainya dua blok saja tak mampu ditanggung, maka bagaimana bila empat blok digabungkan?


"Bisa saja dari empat blok tadi, disisakan 1 blok untuk dimanfaatkan pihak lain untuk terciptanya peluang usaha bagi yang lain," tandasnya.


(tyo/fyk)