Seperti dilansir BBC, Senin (6/4/2015), dalam pengepungan tersebut, dua orang bersenjata yang dilaporkan dari kelompok sayap kiri ini mengambil sandera seorang jaksa di Gedung Pengadilan Istanbul. Ketiganya tewas dalam baku tembak ketika polisi menyerbu gedung tersebut saat proses penyelamatan.
Sebelum melakukan pemblokiran pada situs-situs tersebut, pemerintah Turki terlebih dahulu menghentikan peredaran gambar di surat kabar yang diambil saat pengepungan pekan lalu. Pemerintah menuduh surat kabar-surat kabar tersebut menyebarkan "propaganda teroris" untuk kelompok DHKP-C (Partai Revolusioner dan Front Pembebasan Rakyat) yang dilaporkan berada di balik serangan terhadap gedung pengadilan.
DHKP-C dianggap sebagai kelompok teroris oleh Turki, Uni Eropa dan Amerika Serikat. Jaksa Penuntut Umum Mehmet Selim Kiraz, yang disandera rupanya sedang melakukan penyelidikan atas kematian seorang anak laki-laki saat protes anti-pemerintah yang terjadi pada tahun 2013.
Gambar-gambar yang sama menunjukkan penyerang memegang pistol dan mengarahkan ke kepala Kiraz itu juga tersebar di berbagai media sosial menurut laporan surat kabar Turki, Hurriyet. Total keseluruhan ada 166 situs berbagi gambar yang diblokir atas perintah pengadilan.
YouTube telah menerbitkan teks putusan pengadilan di situsnya dan mengatakan sebuah 'langkah administrasi' telah ditetapkan oleh otoritas telekomunikasi Turki. Facebook pun juga patuh terhadap pemblokiran itu namun Facebook meyakini bahwa pembatasan tersebut dicabut menyusul gambar yang dihapus.
Banyak warga Turki yang melaporkan melalui media sosial bahwa mereka sedang mengalami masalah dalam mengakses situs-situs tersebut dan banyak lainnya. Ini bukan pertama kalinya Pemerintah Turki melakukan pemblokiran terhadap jaringan dan situs media sosial.
Pada bulan Maret 2014 lalu blokir diberlakukan saat pemilihan umum di negara tersebut paska beredarnya rekaman yang diduga mengungkap korupsi di kalangan pejabat senior. Angka yang dikeluarkan oleh Twitter mengungkapkan bahwa Turki mengajukan permintaan lebih banyak untuk menghapus konten dari jejaring sosial daripada negara lain antara bulan Juli dan Desember 2014.
(rou/rou)