Pemerintah Rusia punya alasan kuat. Mereka menilai Bitcoin mudah disalahgunakan untuk cuci uang dan membiayai teroris karena transaksinya tidak bisa dilacak. Situasi seperti ini yang dinilai mengancam keamanan warga dan negara Rusia.
"Sistem pembayaran tanpa nama dan punya peredaran luas dengan nilai tinggi, yaitu Bitcoin dinyatakan tidak boleh digunakan baik itu oleh individu maupun perusahaan berbadan hukum," kata Kejaksaan Tinggi Rusia dalam keterangan tertulis yang dikutip Reuters, Senin (10/2/2014).
Ia menambahkan, hukum Rusia menetapkan bahwa rubel adalah satu-satunya mata uang resmi sehingga jika ada mata uang lain yang muncul itu tidak diperbolehkan karena dianggap melanggar hukum.
Bank sentral Rusia sebelumnya sudah mengatakan pada 27 Januari 2014 bahwa transaksi Bitcoin sangat spekulatif dan membawa risiko besar yaitu kerugian dalam waktu singkat.
"Para warga dan badan hukum baik sengaja maupun tidak bisa terlibat dalam aktivitas ilegal, termasuk pencucian uang hasil kejahatan, maupun pendanaan terorisme," katanya.
Kantor Kejaksaan Rusia akan bekerja sama dengan bank sentral dan lembaga penegak hukum lainnya untuk memperketat peraturan dan mencegah pelanggaran hukum atas penggunaan Bitcoin di negara yang dipimpin Presiden Vladimir Putin tersebut.
Hal ini berbeda dengan yang diterapkan negara-negara Asia terhadap Bitcoin. Asia lebih terbuka dan lapang dada dalam menerima kehadiran Bitcoin.
Hong kong menerima Bitcoin dengan baik bahkan berencana membuka ATM Bitcoin kedua di dunia setelah Kanada. Sementara Singapura sudah menyusun cara supaya bisa menarik pajak dari transaksi Bitcoin.
Sedangkan di Indonesia Bitcoin dinyatakan bukan merupakan alat pembayaran yang sah. Alat pembayaran sah satu-satunya di Indonesia adalah rupiah. Bank Indonesia (BI) resmi mengeluarkan sikap atas Bitcoin dan meminta masyarakat berhati-hati karena hukumannya pidana. (ang/ash)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!