Bagi Samsung, Indonesia Tak Menarik untuk Pabrik

Jakarta - Oktober 2011 lalu, BlackBerry-- waktu itu masih Research In Motion (RIM)--memutuskan lebih memilih Malaysia ketimbang Indonesia sebagai basis produksi ponselnya. Saat ini banyak kalangan menilai kondisi iklim investasi di Indonesia terutama dari sisi infrastruktur jauh tertinggal dengan Malaysia.

Setelah BlackBerry, kini Indonesia juga mendapatkan kabar kurang baik. Pabrikan produsen telepon seluler dan smartphone asal Korea Selatan yaitu Samsung juga hampir final akan membuka pabriknya di Vietnam. Padahal pemerintah sudah mencoba merayu perusahaan pembuat ponsel asal Negeri Ginseng itu untuk membangun pabriknya di Indonesia.


Vice President Samsung Electronics Lee Kang Hyun mengungkapkan salah satu keuntungan Samsung mendirikan pabrik produksinya di Vietnam adalah karena besarnya insentif yang diberikan pemerintah Vietnam. Vietnam menjanjikan insentif berupa tax holiday selama 30 tahun.


Sebelumnya, Lee juga mengeluhkan banyaknya aturan pemerintah yang membuat pihaknya kesulitan berbisnis di Indonesia. Salah satunya rencana pemerintah menerapkan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) untuk Ponsel.


Menurut Lee, jika aturan PPnBM dilakukan, maka akan membuat ponsel ilegal deras akan masuk ke Indonesia. Hasilnya produk yang diproduksi Samsung tidak akan bisa bersaing dengan yang produk serupa yang ilegal karena harga produk yang jauh lebih murah.


"Ini sangat disayangkan kedua pabrikan produk telepon seluler dan smartphone justru tidak melirik Indonesia sebagai basis produksi produk mereka," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian, Riset & Teknologi Bambang Sujagad kepada detikFinance, Jumat (30/05/2014).


Padahal secara hitung-hitungan, seharusnya baik BlackBerry maupun Samsung memilih Indonesia karena pasar yang besar. Tetapi karena iklim investasi di Indonesia yang dinilai kurang kondusif dan lebih sulit menyebabkan dua pabrikan terbesar di dunia itu melirik negara lain ketimbang Indonesia.


"Meskipun pada intinya kita tetap mengkonsumsi produk mereka (BlackBerry dan Samsung). Kita punya kelas menengah 50 juta, penikmat Facebook dan Twitter salah satu terbesar di dunia seharusnya menarik investasi. Ini karena inkonsistensi aturan pemerintah," keluh Bambang.


(wij/rou)