Menanggapi ini, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Perindustrian, Riset & Teknologi Bambang Sujagad menyatakan, jika lokasi pabrik ponsel Samsung di ASEAN di Vietnam, maka Indonesia hanya akan dijadikan pasar.
"Kita hanya dijadikan negara konsumen bagi mereka (Samsung) bukan basis produksi," kata Bambang kepada detikFinance, Jumat (30/05/2014).
Menurut Bambang, hingga kini kebutuhan ponsel di Indonesia masih cukup tinggi. Ketergantungan impor ponsel Indonesia akan semakin tinggi karena tak banyak pabrikan yang memproduksi ponsel di dalam negeri, terutama merek global.
"Kondisi ini akan semakin berbahaya bagi Indonesia menjelang pasar bebas ASEAN tahun 2015 mendatang dimana 46% pasar ASEAN adalah Indonesia. Artinya bila tidak ada basis produksi, impor kita semakin besar," tuturnya.
Menurut data Kementerian Perdagangan (Kemendag), selama tahun 2013, impor ponsel Indonesia mencapai 16.470 ton atau senilai dengan US$ 2,8 miliar atau Rp 33,4 triliun. Jumlah itu menurun dibandingkan impor di tahun 2012. Tahun 2012 lalu, impor ponsel Indonesia mencapai 18.309 ton atau senilai US$ 2,6 miliar.
Jika melihat impor secara keseluruhan, ponsel adalah komoditas terbesar kedua setelah importasi minyak dan gas. Sedangkan dilihat dari sisi barang konsumsi, importasi ponsel menduduki urutan pertama.
"Tingginya impor ponsel kita karena kita punya golongan kelas menengah sebanyak 50 juta orang. Lalu pengguna Facebook kita terbesar kedua setelah Amerika Serikat. Lalu ada Twitter yang juga kita pengguna terbesar. 75% pengguna Facebook dan Twitter di Indonesia berusia di bawah 30 tahun. Ini market yang besar," jelasnya.
(wij/ash)