Perusahaan asal Jepang ini mencari peluang memasuki industri wearable device melalui 'pintu' Business to Business (B2B).
"Tentu saja kami punya kesempatan di arena smartwear. Keuntungan terbesar dari teknologi wearable adalah pengguna bebas menggunakan tangan mereka sambil melakukan hal lain. Pasar seperti ini mudah ditemui di B2B," kata CEO Sony Mobile Communications Hiroki Totoki saat berbincang dengannya di kantor Sony Indonesia.
Pendapat Hiroki ada benarnya. Mengutip studi terpisah yang dilakukan lembaga riset Forrester pada Desember 2014, hanya 45% dari konsumen yang disurvei tertarik pada wearable gadget. Sebanyak 68% perusahaan berpendapat wearable gadget bisa menjadi prioritas untuk lingkungan kerja mereka.
Singkatnya dari temuan ini, analis Forrester J.P. Gownder menyimpulkan bahwa kalangan bisnis tak sekedar memberikan wearable gadget untuk para pekerjanya. Mereka ingin memanfaatkan wearable untuk membentuk ulang model bisnis mereka, meningkatkan produktivitas.
"Kesempatan ini yang coba kami gali. Berbekal perangkat unik yang dikombinasikan dengan berbagai layanan andalan yang kami suguhkan kepada segmen B2B, ini akan menjadi kesempatan mengembangkan bisnis baru," sebut Hiroki.
Sony sendiri boleh dibilang adalah salah satu pionir teknologi wearable. Jam tangan pintar Sony, sudah dipasarkan sejak beberapa tahun lalu sebelum Apple Watch datang. Sony juga menambah lini wearable device-nya dengan membuat gelang pintar dan kacamata pintar.Next
(rns/rou)