Bukan karena pemerintah tidak mau maju sehingga sampai saat ini belum memberi restu kepada operator, melainkan ada persoalan lain yang masih harus dikaji dan diputuskan dengan hati-hati.
Menurut Dirjen Sumber Daya Perangkat dan Pos Informatika Muhammad Budi Setiawan, salah satu hambatan dari realisasi LTE di Tanah Air adalah soal alokasi frekuensi. Dimana spektrum yang dinilai paling cocok untuk LTE adalah di pita 1800 MHz.
Terlebih, sebagian besar layanan LTE digelar di atas frekuensi 1800 MHz. Jadi ekosistemnya sudah terbentuk dan dukungan handset sudah beragam.
Hanya saja, alokasi frekuensi 1800 MHz di Indonesia sudah terpakai dan dibagi-bagi kepada operator untuk layanan 2G. Telkomsel mendapat 22,5 MHz, Indosat 20 MHz, XL 7,5 MHz, Axis 15 MHz, dan Tri kebagian 10 MHz.
Alhasil, ketika dibutuhkan untuk LTE, frekuensi 1800 MHz sudah padat dan tak lagi bisa dialokasikan. Sebab jika dipaksakan, bisa-bisa para pengguna 2G 'teriak' karena layanannya terganggu.
"Untuk frekuensi 1800 MHz ini memang agak rumit. Kita niatnya mau menata ulang, tetapi merapikannya juga tak semudah di 2.1 GHz. Harus ada faktor B2B (business to business), ada yang berkorban, atau lainnya," kata Iwan, sapaan akrab Muhammad Budi Setiawan.Next
(ash/rou)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!