Peneliti dari Amerika Serikat percaya, hal ini disebabkan oleh rasa 'kebutuhan' untuk membalas pesan tersebut, sehingga orang-orang cenderung tak memedulikan waktu. Selain itu, bunyi ponsel ketika ada pesan teks masuk juga seringkali membuat orang terbangun.
Dr Karla Murdock, peneliti dari Washington Lee University, menemukan bahwa mahasiswa tahun pertama yang mengirimkan pesan teks dalam jumlah banyak memiliki kualitas tidur yang kurang baik, terlepas dari tingkat stres yang mereka alami.
Untuk menemukan teori ini, Dr Karla meminta para mahasiswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait masalah tidur dan masalah emosional mereka. Ia juga meminta para mahasiswa untuk memperkirakan berapa banyak rata-rata pesan teks yang biasa mereka kirim dan mereka terima setiap harinya.
Sementara untuk menilai kualitas tidur siswa, Dr Karla menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index. Ini merupakan instrumen yang digunakan secara luas yang mengukur berbagai aspek kualitas tidur seperti durasi tidur, jumlah waktu yang dibutuhkan untuk tidur lelap, jumlah waktu yang benar-benar digunakan untuk tidur di tempat tidur, gangguan pada waktu malam hari, dan rasa kantuk di siang hari.
Hasilnya, ia menemukan bahwa jumlah pengiriman dan penerimaan pesan teks yang lebih tinggi memiliki hubungan dengan masalah tidur. Ia mencatat bahwa temuan ini memperkuat bukti sebelumnya yang menunjuk pada adanya hubungan langsung antara penggunaan ponsel dan masalah kurang tidur pada remaja dan dewasa muda. Studi ini juga menemukan bahwa pesan teks sering dikaitkan dengan munculnya konflik atau stres dalam hubungan persahabatan.
"Temuan korelasional ini memberikan indikasi awal bahwa kecanduan saling mengirim pesan teks bisa menjadi masalah yang memicu stres. Meskipun spekulatif, dapat dikatakan bahwa pesan teks adalah metode komunikasi yang kurang cocok untuk untuk mengatasi masalah dengan orang terdekat. Justru hanya akan menambah efek stres," ujar Dr Karla, seperti detikINET kutip dari Daily Mail, Rabu (2/10/2013).
Dr Karla mencontohkan bahasa pesan teks yang cenderung disingkat tidak memiliki kemampuan untuk menyediakan komunikasi sebaik jika sedang berbicara tatap muka. Sebab dalam pesan teks tidak bisa diperkirakan intonasi ucapan dan bahasa non-verbal lainnya.
"Intinya, pesan teks justru dapat menimbulkan kesalahpahaman dan interaksi yang tak produktif selama periode stres," terang Dr Karla.
(ajg/rou)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!