Penataan Kedaulatan TIK di Indonesia

Jakarta - Berbagai kalangan, baik para pelaku industri telekomunikasi, pengamat dan masyarakat sangat berharap bahwa pemerintahan Jokowi-JK akan lebih banyak memberi perhatian pada bidang TIK sebagai bidang yang sangat strategis.

Keprihatinan mereka didasarkan pada realita, bahwa aksesibilitas belum merata -- kesenjangan antara kota dan desa masih jauh dan arahnya makin melebar.


Ini belum terhitung dengan masalah kualitas, di mana Indonesia termasuk dalam kelompok negara-negara yang digolongkan dengan TIK atau ICT yang tidak berkualitas. Kita ada di urutan 105 dunia.


Serta yang lebih memprihatinkan lagi adalah peran industri dalam negeri yang sangat terbatas, di mana hardware lebih dari 95% berasal dari luar negeri dan software-nya apalagi mayoritas asing.


Lebih buruk lagi, aplikasi maupun lokal konten kita masih sangat terbatas dan dikuasai oleh konten asing. Sebut saja Google, Facebook, WhatsApp, dll. Terakhir, yang lebih menyedihkan lagi peran pemerintah sangat minim.


Sesungguhnya pemerintah melalui Kemenkominfo memang sudah berbuat maksimal. Namun faktanya pembangunan infrastruktur TIK Indonesia masih sangat bergantung pada swasta di mana arah pembangunannya hanya mengikuti arah demand/pasar.


Sehingga pemerintah hanya bertindak sebagai regulator yang pasif, setelah menerbitkan izin perannya menjadi lemah/terbatas. Selain itu, pengaturan sumber daya spektrum frekuensi, sumber daya yang terbatas dan sangat bernilai, relatif belum optimal karena banyak keterbatasan baik di sisi regulasi maupun implementasinya.


Akan tetapi, para pemangku kepentingan itu tidak boleh terlalu pesimis, harus tetap optimis sebagaimana kredo Jokowi-Jk 'Indonesia Hebat', yaitu mengembalikan peran pemerintah, tidak hanya sebagai regulator murni, tapi juga memiliki fungsi-fungsi pembangunan sebagai enabler industri TIK.


Minimal melalui pembangunan infrastruktur pasif seperti Ducting (gorong-gorong); Tower, Genset/Power System, dll. Hal ini akan membuat industri infrastruktur TIK menjadi efisien dan men-drive arah pembangunan, karena menjadi 'Demand Creator' dengan ikut berkontribusi membangun ekosistem TIK, seperti sosialisasi pemanfaatan TIK, ICT literacy, skill enhancement, dll. Next


(rou/rou)