Keluhan itu disampaikan oleh Vice President Xiaomi Global Hugo Barra, saat ditemui detikINET di sela peluncuran Mi Note di National Convention Center, Beijing, China.
"Belum jelas (aturan 4G). Belum tahu aturan apa yang akan dikenakan pada pembuat handset. Karena rumornya akan ada aturan yang mengharuskan pembuat handset merakit perangkat di dalam negeri," kata Hugo Barra.
Dikatakannya, masalah semacam ini mirip seperti yang dialami Xiaomi di Brasil. Bahkan di Negeri Samba tersebut, jika produsen handset tidak memproduksi atau setidaknya merakit produknya secara lokal di Brasil, maka pajak impor yang dibebankan akan sangat tinggi.
"Mereka tidak menjelaskannya. Jadi yang kami lakukan hanya menantikan dan melihat apa yang akan terjadi. Saya harap, apapun keputusannya akan diimplementasikan secara bertahap. Jadi perusahaan seperti kami punya waktu untuk menyesuaikan," ujarnya.
Meski demikian, Barra berharap ponsel 4G Xiaomi, salah satunya termasuk Mi Note yang baru dirilis, bisa segera tersedia di Indonesia pada kuartal kedua. Namun mantan petinggi Google ini tidak bisa memastikan kapan tepatnya.
"Ya (ponsel 4G Xiaomi akan masuk Indonesia). Tapi kondisinya masih belum jelas. Jadi hari ini kami belum bisa memastikan perangkat 4G di Indonesia karena kami belum tahu aturannya akan seperti apa. Sampai kami tahu aturannya, kami harus menunggu," kata Barra.
Sebelumnya, Barra memang pernah mengatakan sulitnya proses aturan sertifikasi di sejumlah negara, salah satunya Indonesia. Dikatakannya, proses sertifikasi di Indonesia memerlukan waktu yang panjang.
Menurutnya, di negara seperti Indonesia, Brasil dan Meksiko proses sertifikasi bisa memakan waktu sampai enam bulan sebelum produk akhirnya bisa dipasarkan.
(rns/rou)