Qualcomm Dorong CDMA agar Sejajar GSM

Jakarta - Qualcomm mengaku turut prihatin dengan turunnya pamor dan kinerja keuangan para penyedia layanan telekomunikasi berbasis teknologi Code Division Multiple Access (CDMA) di Indonesia.

Penyedia chipset asal AS ini ingin ikut berkontribusi memberikan dukungan penuh agar derajat CDMA bisa kembali naik dan sejajar dengan layanan berbasis Global Satellite for Mobile communication (GSM).


"Kita concern supaya CDMA tetap bisa bersaing dan berjualan. Kita akan tetap support penuh mereka karena jika mereka untung, kami juga untung," kata Ben Siagian, Country Manager Qualcomm Indonesia, usai meresmikan kantor barunya di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (1/5/2013).


Seperti diketahui, layanan CDMA kurang begitu diminati belakangan ini jika melihat performa kinerja keuangan dan lesunya aktivitas pemasaran yang digelar para operatornya.


Bakrie Telecom (BTel), salah satu operator yang mengandalkan jaringan CDMA, tercatat masih mencatat kerugian pada kuartal pertama 2013. Dalam laporan keuangannya, operator milik keluarga Bakrie itu membukukan kerugian Rp 97,47 miliar, menurun sekitar 71% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang rugi Rp 336,8 miliar.


Aset penyedia layanan dengan brand Esia itu hingga kuartal pertama 2013 sebesar Rp 8,89 triliun juga tercatat menurun dari posisi 31 Desember 2012 sebesar Rp 9,052 triliun.


Kerugian yang dialami karena tekanan yang kuat di beban keuangan, operasi dan pemeliharaan, serta penyusutan. Biaya pemeiliharaan selama kuartal pertama 2013 sebesar Rp 119,45 miliar, biaya penyusutan Rp 226,5 miliar, dan keuangan Rp 155,3 miliar.


Sementara operator CDMA lainnya seperti Telkom Flexi dan Indosat StarOne, hampir tidak kedengaran gaung pemasarannya dalam setahun terakhir. Hanya Smartfren Telecom yang masih terlihat gencar di pasar.


Stagnannya pertumbuhan CDMA memang tak bisa dipungkiri oleh Qualcomm. Beberapa cara coba disarankan oleh vendor pemilik lisensi CDMA ini agar para operator itu bisa tetap berkompetisi.


"Kami akan mendorong kolaborasi CDMA. Kami juga akan mendorong teknologi DO Advance agar bisa berkompetisi dengan UMTS 3G," kata Ben.


Sebelumnya, para operator CDMA juga disarankan untuk berkonsolidasi agar tetap bisa eksis mempertahankan pundi-pundi pendapatannya di era layanan data yang membutuhkan pita frekuensi lebar.


Caranya dengan membuat konsolidasi sebagai entitas baru penyedia Mobile Virtual Network Operator (MVNO) untuk layanan berbasis teknologi Long Term Evolution (LTE).


Seperti diketahui, frekuensi yang ditempati oleh empat pemain CDMA di spektrum 850 MHz dinilai cocok untuk LTE jika masing-masing mau menggabungkannya menjadi total 20 MHz. Frekuensi ini kemudian bisa disewakan ke para operator seluler GSM dengan skema MVNO.


John Stefanac, President Qualcomm South East & Asia Pacific, mengakui migrasi ke LTE memang membutuhkan spektrum frekuensi yang cukup besar meski nyatanya spektrum yang tersedia tidak cukup untuk semua operator.


"Banyak operator tapi spektrum sedikit. Mungkin kita perlu model bisnis baru supaya bisa gelar LTE. Bukan cuma network sharing, tapi juga kebijakan untuk spectrum sharing," tandasnya.


(rou/ash)