Kasus Smartfren, Musibah atau Kelalaian?

Jakarta - Putusnya jaringan utama dan backup Smartfren sekitar akhir Maret lalu dianggap sebagai musibah. Namun, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai ada kelalaian dari kejadian tersebut.

Seperti dijelaskan sebelumnya, Smartfren mempunyai satu jaringan utama dan dua backup untuk menopang kebutuhan layanan data penggunanya. Secara kebetulan, ketiganya putus nyaris bersamaan.


"Smartfren boleh saja mengatakan itu adalah musibah, tapi itu klaim sepihak. Nah, kelalaian lainnya adalah Smartfren tidak memberikan hak informasi sepenuhnya sehingga membuat konsumen marah," kata Ketua YLKI Sudaryatmo, di kantornya, Kamis (2/5/2013).


Pernyataan Sudaryatmo sendiri diklarifikasi oleh Deputi CEO Smartfren Djoko Tata Ibrahim. Dia mengatakan bahwa pihaknya sudah mencoba menjawab keluhan pelanggan.


"Hanya saat ditanya kapan jaringan itu bisa normal, kita tidak bisa menjawabnya karena saat itu belum ada kepastian," jelasnya.


YLKI yang selama bulan April lalu masih menerima 143 aduan terkait gangguan Smartfren ini, mengaku siap menjadi jembatan antara konsumen dengan operator.


Sudaryatmo juga mengkritik kinerja Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), sebagai pihak regulator yang tidak memberikan komunikasi yang baik ke konsumen dari operator.


Kasubdit Balai Monitoring Telekomunikasi Kominfo yang juga anggota BRTI Iskandar mengatakan bahwa pihaknya sudah menerima laporan mengenai masalah ini.


"Tapi berdasarkan Peraturan Menteri nomor 28 tahun 2012, semua aturan yang masuk di tahun 2013 akan dikumpulkan hingga tahun depan dengan semua masalah operator lainnya. Jadi kita tidak menilainya per kasus saja," tukas Iskandar.


Sehingga masyarakat sejatinya akan menerima laporan dan kesimpulan apakah kasus Smartfren ini murni musibah atau kelalaian baru bisa diketahui tahun depan.


"Ini komunikasi yang buruk sebetulnya, seharusnya BRTI tidak melakukannya setahun sekali dalam menangani laporan. Apalagi industri telekomunikasi itu dinamis. Seharusnya, minimal tiga bulan sekali ada semacam evaluasi," kritik Sudaryatmo.


(tyo/ash)