"Hubungan antara Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), yaitu kurangnya perhatian dan impulsif atau kombinasi keduanya di antara orang dewasa dengan penggunaan gadget berlebihan telah menjadi subyek perdebatan di konferensi medis baru-baru ini," ungkap dr Sangeeta Ravat, Kepala Departemen Neurologi di Seth GS Medical College dan KEM Hospital.
Meskipun gadget dirancang untuk membuat hidup lebih mudah dan agar penggunanya mampu bekerja lebih cerdas, para ahli memperingatkan bahwa ini mempengaruhi sel-sel dan menumpulkan pikiran dari waktu ke waktu. Berikut hal yang dipertaruhkan jika terlalu banyak menggunakan smartphone, dikutip dari Times of India, Kamis (2/5/2013):
1. Memori deklaratif dalam otak berkurang
Memori deklaratif dalam otak mampu mengingat data penting, seperti nomor telepon, tanggal dan waktu pertemuan, dan tanggal-tanggal penting seperti ulang tahun.
"Dulu kita akan dengan mudah mengingat setidaknya 10 nomor telepon penting dengan hafalan, sehingga otak terus bekerja. Dengan adanya fitur pengingat di smartphone, otak tidak lagi bekerja untuk bisa mengingat wajah, nama dan nomor," ujar dr Ravat.
2. Perkembangan kecerdasan anak tertinggal
Tidak adanya rangsangan eksternal menurut Shraddha Shah, psikolog klinis Departemen Neurologi di KEM, paling dikhawatirkan berdampak pada anak-anak. Teori Piaget tentang Pengembangan Kognitif, menyatakan perkembangan kecerdasan manusia berkaitan dengan sifat pengetahuan itu sendiri dan bagaimana manusia secara bertahap memperoleh, membangun dan menggunakannya.
"Proses mental kesadaran, persepsi, penalaran dan penilaian hanya dapat dibangun jika anak mengalami sesuatu yang bersifat fisik, seperti bermain dengan tanah atau bola. Hal ini tidak didapat jika anak hanya menatap layar. Kegiatan fisik membantu membangun keterampilan motorik anak," ungkap Shah.
3. Pikiran manusia dipaksakan untuk 'multi-task'
Ketergantungan pada mesin pencari seperti Google membuat kita malas untuk berpikir. Selain itu, smartphone mendorong untuk melaksanakan beberapa tugas sekaligus (multi-tasking).
"Hal ini tidak sehat secara fisiologis bagi manusia, karena otak kita tidak dibangun untuk melakukan banyak tugas pada satu waktu. Ini kemudian meningkatkan stres dan merusak pemikiran kognitif," ungkap Clifford Nass, profesor komunikasi di Stanford University.
(rns/rns)