"Kami tengah menyiapkan aturannya agar yang lama (existing di 2,3 GHz) tidak cemburuan. Mereka juga akan jadi seluler seperti Smartfren," kata Dirjen Sumber Daya Perangkat Pos Informatika Kementerian Kominfo, Muhammad Budi Setiawan di sela ajang Selular Award, Balai Kartini, Jakarta.
Seperti diketahui, frekuensi 2,3 GHz di Indonesia sebelumnya identik dengan teknologi worldwide interoperability for microwave access (WiMax) usai dilelang pada kuartal kedua 2009 lalu.
Berdasarkan hasil tender e-auction 2009, pemerintah menetapkan delapan perusahaan sebagai pemenang tender lisensi BWA. Dua perusahaan kehilangan lisensi, karena tidak mampu membayar biaya up front fee dan biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi tahun pertama senilai Rp 70 miliar.
Sehingga, saat ini tersisa enam perusahaan pemegang lisensi BWA, yakni Telkom, Indosat Mega Media (IM2), Berca Hardayaperkasa, First Media, Jasnita Telekomindo, dan Internux. Masing-masing mendapat kapasitas sebesar 30 MHz di setiap zona lisensi.
Implementasi WiMAX sendiri di Indonesia stagnan seiring adanya pemain yang berpindah ke TDD Long Term Evolution (LTE) seperti yang dilakukan First Media atau aksi mengembalikan frekuensi di beberapa area yang dilakukan Telkom. Sementara Internux telah menyelenggarakan layanan LTE dengan brand Bolt 4G.
Dirjen menjelaskan, upgrade lisensi BWA seluler ini rencananya berbarengan dengan eksekusi migrasi frekuensi Smartfren dari 1.900 MHz ke 2,3 GHz agar tidak terus-terusan menimbukan interferensi 3G di pita 2,1 GHz. Saat ini kajiannya dinilai sudah cukup matang dan segera jadi aturan tahun ini agar bisa mulai diimplementasikan dua tahun dari sekarang, atau tepatnya sejak 2016 nanti.
"Semua mendukung, dan kami komunikasi terus. Tentunya pak menteri (Menkominfo Tifatul Sembiring,-red) sangat memperhatikan mereka juga. Nanti yang existing di-upgrade jadi seluler," pungkasnya.
(rou/rou)