Dikutip detikINET dari Reuters, Minggu (5/10/2014), nama, alamat, nomor telepon dan email sekitar 83 juta rumah tangga di AS bocor setelah sistem komputer JPMorgan Chase & co dibobol penjahat cyber. Peristiwa ini disebut-sebut salah satu kebocoran data terbesar sepanjang sejarah.
Asal serangan ditengarai berasal dari Rusia meski belum jelas identitas mereka. Menurut sumber yang dikutip New York Times, sang pelaku beroperasi dari Rusia. Ia diduga juga memiliki hubungan dengan pemerintah Rusia.
Tidak hanya JPMorgan saja yang menjadi sasaran serangan. Perkembangan terbaru menyebutkan kalau sekitar 9 bank dan lembaga keuangan AS yang lain juga coba disusupi oleh hacker yang sama. Tapi tidak dijelaskan apakah upaya serangan itu sukses.
Belum diketahui apa motif serangan cyber skala besar ini. Akan tetapi para pakar sekuriti memperingatkan data yang dicuri tersebut bisa dimanfaatkan untuk melakukan penipuan.
"Semua data ini bemanfaat bagi hacker dan para pencuri data. Jenis informasi yang dicuri sebenarnya tidak sensitif, tapi bisa digunakan untuk validasi identitas user," udap Mark Rasch, mantan jaksa federal AS.
JP Morgan sendiri dikenal memiliki sistem sekuriti yang handal. Namun pencurian data dalam jumlah besar tersebut membuktikan tidak ada yang benar-benar aman dari serangan penjahat cyber.
"Kriminal bisa mencuri identitas 83 juta orang dan pebisnis. Padahal asumsinya adalah perusahaan yang kena bobol punya praktek sekuriti payah, tapi kita tahu kalau JPMorgan punya program sekuriti bagus dan berinvestasi besar di area ini," kata Tal Klein dari biro sekuriti Adallom.
(fyk/fyk)