"Kalau kita taruh di PlayStore misalnya dan aplikasi itu berbayar, hanya terima kartu kredit. Berapa persen sih di kita yang pakai. Apalagi kalau aplikasi kita, tarif dan segmennya anak muda, rata-rata gak punya kartu kredit," Chief Business Development Officer studio aplikasi Gits, Ray Rizaldy.
Ditemui pada peluncuran Everstore, toko aplikasi besutan Evercoss dan Baidu, Selasa (28/10/2014) di Hotel Intercontinental, Jakarta, Ray mengatakan sistem pembelian aplikasi dengan cara potong pulsa selain memudahkan juga menguntungkan bagi para developer.
"Seperti di Everstore ini menarik. Selain bisa jadi wadah promosi aplikasi lokal, sistem bayar pakai potong pulsa juga bisa memperluas jangkauan pengguna aplikasi kita. Secara jumlah user bisa menambah," sebutnya.
Studio aplikasinya sendiri saat ini sudah men-submit delapan aplikasi Everstore, antara lain termasuk aplikasi jadwal sholat, kamus bahasa dan aplikasi rekomendasi tempat makan Toresto.
Berbicara masalah payment gateway untuk pembelian aplikasi, sudah sering dibahas komunitas developer. Beberapa waktu lalu, Direktur Kerjasama dan Fasilitasi Direktorat Jenderal Ekonomi Kreatif Berbasis Media Design dan IPTEK Kemenparekraf Lolly Amalia Abdullah juga menyampaikan pendapat serupa.
Dia bahkan mengatakan, meski sudah mulai banyak yang menggunakan metode potong pulsa, itu masih belum cukup. Lolly mengatakan semestinya Indonesia punya payment gateway nasional untuk mendukung aplikasi lokal.
"Kalau kartu kredit ini, kita juga bayar devisa. Kalau ke luar negeri okelah. Tapi kalau dalam negeri sebaiknya kita punya sendiri. Jadi uang itu gak lari ke luar. Uangnya bisa dimanfaatkan untuk dalam negeri lagi," ujarnya kepada detikINET kala itu.
(rns/ash)