Perusahaan asal Amerika Serikat itu rela membayar denda sebanyak USD 975 juta atau sekitar Rp 12,3 triliun (USD 1 = Rp 12.000) ke pemerintah Tiongkok agar tetap bisa berjualan di negara itu.
Denda itu dijatuhkan oleh pemerintah Tiongkok karena menganggap Qualcomm melanggar undang-undang anti monopoli yang mereka terapkan.
Selain denda, Qualcomm juga wajib memberi diskon besar untuk lisensi penggunaan sistem 3G dan 4G di Tiongkok. Pihak yang diuntungkan atas diskon besar-besaran ini tentu adalah vendor pembuat ponsel asal Tiongkok, seperti Xiaomi dan Huawei.
Keputusan pemerintah Tiongkok ini menyisakan sedikit kekecewaan dari pihak Qualcomm. George S. Davis, Chief Financial Officer Qualcomm, menyatakan bahwa pihaknya tentu kecewa dengan besaran denda yang dikenakan ke perusahaannya. Menurut mereka, denda ini akan membuat keuntungan mereka menurunkan sekitar 58 sen untuk setiap lembar sahamnya.
Tapi keuntungan potensial yang bisa dikeruk dari Tiongkok tentu sangatlah besar, dan tak bisa ditampik oleh Qualcomm.
Dan hal ini juga membuat nilai saham Qualcomm meningkat sekitar 1,6%, diperkirakan karena para investornya tak lagi khawatir mengenai kelangsungan bisnis Qualcomm di Tiongkok.
"Ini menghapus sejumlah kekhawatiran dan ketidakjelasan mengenai bisnis kami, dan memastikan partisipasi kami dalam pertumbuhan pasar nirkabel di Tiongkok," timpal Steve Mollenkopf, CEO Qualcomm, seperti dilansir Reuters, Selasa (10/2/2015).
(asj/ash)