“Dalam hal blokir konten di dunia maya, kita ingin lebih transparan dan mengajak partisipasi aktif masyarakat," kata menteri yang akrab disapa Chief RA itu kepada media di rumah dinasnya.
"Saya selalu mengingatkan teman-teman di Kementerian Kominfo, kita ini bukan manusia super yang bisa menentukan sepihak konten mana layak atau tidak,” paparnya lebih lanjut.
Selama ini dalam memblokir konten yang berbau SARA dan pornografi, kata menteri, pihaknya masih menggunakan daftar alamat situs bermuatan negatif yang disusun oleh Ditjen Kominfo dalam database Trust+Positif.
“Masyarakat melaporkan ke Kominfo, terus kita verifikasi dengan Trust+ Positif. Selanjutnya kita minta ke ISP (penyedia jasa internet) untuk memblokir. Ini dari sisi kecepatan sangat lambat. Saya mau ubah pola blokir ini,” katanya.
Usulan dari Chief RA adalah akan membentuk panel yang berisi perwakilan masyarakat disesuaikan dengan isu yang bersentuhan. Misalnya, isu perlindungan anak, panel akan berisi perwakilan masyarakat yang aktif selama ini di Komisi Perlindungan Anak.
“Kita juga akan implementasikan yang namanya DNS Nasional tiga bulan lagi. Ini akan bagus untuk database dan kecepatan, selain DNS yang sudah ada sekarang," katanya.
Domain Name System (DNS) adalah sebuah sistem yang menyimpan informasi tentang nama host ataupun nama domain dalam bentuk basis data tersebar di dalam jaringan komputer. DNS yang menerjemahkan nama situs web menjadi alamat internet (IP).
Nantinya, kalau ada request dari IP yang asalnya dari Indonesia akan dikirimkan ke DNS Nasional ini, lalu difilter untuk melihat adanya konten pornografi atau tidak. Jika dari permintaan itu ada konten porno, maka akan diblokir.
Diharapkan adanya DNS Nasional ini nantinya, tak hanya membatasi akses ke konten yang merusak moral bangsa, namun juga bisa ikut menekan peredaran malware yang telah memenuhi 30% dari trafik internet di Indonesia. (rou/fyk)