"Operator di Indonesia 90% dikuasai asing, tapi mereka pakai frekuensi kita yang terbatas untuk menyedot uang rakyat," kata Anggota Komisi I DPR Bobby Aditya Rizaldi dalam rapat kerja perdana bersama Menkominfo dan jajarannya di Senayan, Jakarta.
Pemerintah, dalam hal ini diwakili Kementerian Kominfo, diminta olehnya untuk menjaga kedaulatan negara dalam pemanfaaan sumber daya alam berupa frekuensi yang dimanfaatkan operator.
"Soalnya perang ke depan adalah soal informasi. Apalagi Telkomsel yang katanya paling Indonesia saja ternyata menggunakan Amdocs. Itu kan punya Israel, database mereka ada di Tel Aviv," lanjut Bobby.
Menyambung permintaan ini, anggota Komisi I lainnya, Fayakun Andriadi mengusulkan adanya sebuah sistem monitoring yang dibangun oleh Kominfo agar regulator bisa mengetahui secara real time kinerja keuangan dari operator.
“Kami ingin bisa memantau langsung berapa pendapatan yang diterima operator dalam satu hari atau kondisi layanannya. Ini saya rasa gampang saja untuk membuatnya, masalahnya Kominfo mau atau tidak. Itu saja. Kami minta paling lambat akhir tahun nanti sudah bisa,” tegasnya.
Rudiantara yang didesak permintaan semacam itu sejenak tampak kebingungan. Namun ia dengan gesit mengatakan, pemerintah saat ini posisinya memang harus di atas operator.
"Kalau regulatornya kedodoran, bagaimana mau mengatur industri. Kalau soal mengetahui kinerja operator ada mekanismenya. Umumnya semua operator itu kan tercatat di bursa saham. Dari situ kita bisa lihat berapa revenue yang dihasilkan,” jawabnya.
Namun sayangnya, jawaban menteri belum membuat kedua anggota dewan tadi merasa puas. Mereka masih terus mencecar soal pemasangan sistem revenue monitoring.
"Apa susahnya sih memasang revenue meteran. Ini kan hanya political will saja, apakah Menkominfo mau atau tidak. Kalau cuma dari laporan keuangan kan bisa saja dibuat-buat. Tapi kita tidak tahu berapa uang sesungguhnya yang mereka sedot dari rakyat," cecar Fayakun. (rou/ash)