Kewajiban ini harus dipenuhi tanpa terkecuali. Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2012 tentang Penyelengaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE) itu ditegaskan harus patuh dijalankan tanpa diskriminasi.
“Selama trafik dan transaksi elektroniknya terjadi di Indonesia, harusnya data centernya juga ada di Indonesia. Itu diwajibkan di PP PSTE," tegas anggota Komisi I DPR RI Meutya Hafid dalam rapat kerja bersama Menkominfo Rudiantara di Senayan, Jakarta.
"Saya mendapat kabar masih banyak bank asing yang tetap bisa menempatkan data center miliknya di luar negeri. Sesuai aturan, harusnya semua ada di Indonesia,” lanjutnya.
"Saya minta pemerintah konsisten menjalankan ini, termasuk menagih komitmen pemain konten seperti Facebook untuk membangun data center di Indonesia,” tegasnya.
Lantas bagaimana dengan Path dan perusahaan strategis lainnya? "Yang saya dengar, Path katanya akan bangun data center di Indonesia," singkat Meutya setelah rapat usai.
Menanggapi hal itu, Menkominfo Rudiantara mengatakan data center yang dimiliki cabang bank asing memang masih di luar Indonesia dan isu itu sudah dikoordinasikan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Diungkapkannya, untuk membangun data center di Indonesia membutuhkan dana sekitar USD 10 juta-USD 20 juta. “Kalau tidak salah ada 10 cabang bank asing, jadi dibutuhkan sekitar USD 100 juta-USD 200 juta,” katanya.
Dirjen Aplikasi dan Informatika Kementerian Kominfo Bambang Heru Tjahyono menambahkan, dalam PP PSTE di Pasal 17 ayat 3 dinyatakan regulator sektor terkait bisa mengatur soal penempatan. “Jadi, soal cabang bank asing, OJK yang berhak,” paparnya.
Sebelum dibahas dalam rapat kerja di Komisi I DPR, sudah banyak pihak yang meminta pemerintah agar menegakkan aturan soal penempatan data center demi menjamin kepastian investasi di Indonesia. (rou/ash)