3 Catatan Penting Civil Society Indonesia di NETmundial

http://us.images.detik.com/content/2014/04/25/398/netm.jpgSuasana Hub NETMundial di markas ICT Watch (dok. idconfig)


Jakarta - Sejumlah Civil Society Organization (CSO) Indonesia telah terlibat aktif dalam pertemuan global multistakeholder internet, NETmundial (NETmundial.br), yang baru saja selesai diselenggarakan di Sao Paulo – Brazil, 23-24 April 2014.

Ada tiga catatan penting dari CSO Indonesia terkait tentang proses tata kelola internet disampaikan langsung secara verbal melalui hub (teleconference) NETmundial khusus Indonesia, pada 24 April 2014, malam hari (waktu Jakarta).


“Pendekatan multistakeholder (pemangku kepentingan majemuk: pemerintah, bisnis, civil society, komunitas teknis, akademisi – Red.) dalam tata kelola Internet, haruslah dibuat lebih konkrit, tidak lagi sebatas pada spirit. Pendekatan ini harus didorong menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan di tingkat nasional,” ujar Donny B.U., dari ICT Watch, yang menyampaikan catatan pertama atas nama Indonesia CSOs Network for Internet Governance (ID-CONFIG).


Menurut Donny, dalam proses tata kelola yang berjalan sekarang, spirit multistakeholder memang telah membuka kesempatan yang simetris bagi berbagai pihak untuk terlibat dalam dialog tata kelola internet. “Namun di lapangan, ada asimetris kemampuan dan kompetensi dari para pihak yang terlibat,” tambahnya, dalam keterangan tertulis yang diterima detikINET, Jumat (25/4/2014).


Adapun pada catatan kedua, yang disampaikan oleh Shita Laksmi dari Southeast Asia Technology and Transparancy Initiatives (SEATTI)/HIVOS juga atas nama ID-CONFIG, menekankan pentingnya prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam proses penyusunan kebijakan (tata kelola) Internet di tingkat nasional. “Transparansi dan akuntabilitas tersebut harus dipantau dan dikaji secara terus menerus oleh multi-stakeholder,” ujar Shita.


Menurut Shita, hanya bertumpu pada pelaksanaan dialog yang multistakeholder, tidak lantas jadi jaminan adanya proses pengambilan keputusan yang transparan dan akuntabel.


“Ada sejumlah pengalaman dimana diskusi (walau sudah multistakeholder – red.), namun kualitas hasil diskusinya buruk, (karena) sejumlah saran dari para pihak tidak ditanggapi dengan serius,” tegasnya.Next


(ash/tyo)