Selain demi menyehatkan kondisi perusahaannya yang tengah dililit hutang, operator telekomunikasi itu dinilai tak lagi membutuhkan banyak sumber daya manusia sejak memutuskan untuk bergabung dengan Smartfren Telecom.
"PHK wajar karena BTel (nantinya) bukan (lagi) penyelenggara jaringan dan jasa sekaligus. Tapi hanya penyelenggara jasa saja," ujar Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) M Ridwan Effendi kepada detikINET, Rabu (11/3/2015).
Penggabungan usaha BTel dan Smartfren juga bersamaan dengan penataan kanal frekuensi di 800 MHz. Dengan penggabungan ini, maka keduanya nanti bisa menyelenggarakan layanan 4G LTE dengan spektrum gabungan 10 MHz.
BTel dan Smartfren sebelumnya pada 30 Oktober 2014 lalu juga telah menandatangani Perjanjian Kolaborasi dan Perjanjian Sewa Menyewa Jaringan. Menurut Presiden Direktur Btel Jastiro Abi, kerjasama dengan Smartfren adalah bentuk pelaksanaan Keputusan Menkominfo No. 932/2014.
Dengan perjanjian kolaborasi tersebut, jaringan Btel akan digabungkan dengan jaringan milik Smartfren sehingga dapat melayani pelanggan Esia. Selanjutnya, Btel akan menyewa jaringan dari Smartfren untuk melayani pelanggan Esia sehingga pelanggan Esia dapat terlayani dengan jangkauan yang lebih baik.
Menkominfo Rudiantara sebelumnya juga telah memprediksi penggabungan usaha semacam ini akan terjadi. Itu sebabnya, disiapkanlah Peraturan Menteri yang baru tentang Merger dan Akuisisi. Harapannya adalah, operator di Indonesia nantinya akan tersisa maksimal empat.
(rou/ash)