Penggila Lensa Manual se-Indonesia Kumpul di Surabaya

Surabaya - Penggemar jeprat-jepret kian berjibun. Komunitas dengan segala style maupun karakteristik pun tumbuh subur di berbagai kota.

Tak terkecuali, Komunitas Lensa Manual (KLM). Komunitas yang anggotanya tersebar di berbagai daerah di Tanah Air ini berkumpul di Kota Pahlawan untuk merayakan ulang tahunnya yang ke-4.


Pada kegiatan yang bertema 'Motret Sak Cangruke' itu diikuti 130 orang yang masing-masing tentunya 'bersenjata' kamera dengan lensa manual.


Di era serba digital atau otomatis, tentu komunitas ini menjadi unik. Sebab mereka lebih memilih bersusah payah dengan gelang diafragma maupun pemfokusan subyeknya secara manual.


Alasan komunitas ini menggeluti lensa manual dengan dalih untuk memperdalam filosofi diafragma dan fokus dalam upaya menghasilkan karya seni yang bercita rasa tinggi.


"Asyiknya di situ sesuai motto kita For the art soul who love to focus manually," kata Irfan Tachir, sambil mempraktekkan jemari kirinya memutar lensa manual pada kamera medium formatnya saat ditemui di sela hunting di gereja legendaris di kawasan Kepanjen, Surabaya, Sabtu (25/5/2013).


Di ulang tahunnya kali ini, anggota KLM yang diikuti peserta dari Jakarta, Kendari, Balikpapan, Makassar, Bandung, Semarang, Jogja, Bali, Surabaya serta dari daerah-daerah lain mengunjungi beberapa spot heritage yang tersebar di Kota Pahlawan.


Di antaranya adalah kawasan wisata Monumen Kapal Selam (Monkasel), Kantor Gubernur Jalan Pahlawan, Makam Sunan Ampel, Pabrik Sirup Telasih, Makam Peneleh, Balai Pamuda, Balai Kota Surabaya dan Tugu Pahlawan.


Tak ada diskrimansi merek maupun format kamera pada KLM. Semua berbaur dan sama tinggi dalam huntingnya. Termasuk saat mereka tinggal di kamp Asrama Haji Sukolilo.


Termasuk di antara peserta ada yang usianya termuda, Jason Samuel Wattimena (10). Bocah kelas 5 SD ini memegang kamera Canon Canonet QL17 yang masih berbahan baku film atau negatif.


"Kamera dengan lensa manual memang lebih berat daripada yang auto. Tapi saya suka dan sedang belajar. Hasil jepretannya bagus, terang dan gambarnya tajam sesuai dengan fokus," tutur Samuel.


Samuel mengaku, kegemarannya terhadap kamera dengan lensa manual ini ditularkan oleh orang tuanya yang juga gabung di KLM. Samuel bahkan pernah diajak hunting kamera jadul dan lensa-lensa manual keluaran beberapa puluh tahun yang lalu.


Aktivitas semacam ini rupanya juga akrab dilakukan oleh anggota KLM lainnya. Bukan hal asing bagi mereka untuk berburu lensa manual ke pasar loak maupun para kolektor di kota-kota terpencil di Indonesia.


Sebelum di Surabaya, terang seorang founder KLM Fadjar HF, ulang tahun digelar setiap tahunnya di Jakarta, Bandung dan Yogyakarta.


"Di Jatim sendiri anggotanya tidak sampai 100 orang, di Indonesia ya ribuan," kata Fadjar yang didampingi Ketua Komunitas Lensa Manual Indonesia Robert Tang Tarunodjojo.


Pantauan Detikcom yang ikut hunting bersama, para anggota KLM ini cukup berbeda dibanding komunitas lain. Mereka beberapa di antaranya menenteng jenis format medium dengan brand yang luar biasa. Namun tak sedikit pula yang membawa kamera brand-brand umum keluaran terbaru.


Setelah puas jeprat-jepret di Surabaya, sebagian dari anggota KLM melanjutkan huntingnya ke Gunung Bromo. "Malam nanti berangkat, tidak semua ikut kok," kata Irfan Tachrir, penggila kamera lensa manual asal Jakarta yang datang dengan membawa lebih dari empat unit kamera ini.


(nrm/ash)