Menurut Andi Budimansyah, Ketua Umum Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI), malware saat ini telah memenuhi 25% trafik dari internet global. Sementara di Indonesia, persentasenya lebih besar lagi. Diperkirakan sekitar 30%.
"Jadi pornografi itu cuma kedok, bukan konteks utama. Ketika konten porno dibuka, malware masuk ke komputer dan gadget kita, dan itu sebenarnya tujuan utamanya," jelas Andi saat berbincang dengan detikINET, Senin (17/11/2014).
Hal yang sama juga ditegaskan oleh Wakil Ketua Internet Security Incident Responses Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII) M. Salahuddien. Menurutnya, banyak malware yang masuk ke Indonesia lewat pintu pornografi.
"Makanya kalau ada data Akamai report yang menyebutkan malware terbesar berasal dari indonesia, ya itu dari botnet kita dan itu bukan berarti Indonesia penyerang, justru jadi korban karena ditunggangi malware. Jadi di sini kita berperang dengan diri sendiri tanpa orang-orang tahu," sesalnya.
Pria yang akrab disapa dengan panggilan Didin Pataka ini memberi contoh, salah satu dampak yang terasa karena gangguan malware adalah saat kita browsing internet dan kemudian koneksi terputus.
"Intermitten-nya kadang nyambung kadang nggak, itu sebenarnya karena malware ini. Itu tercatat karena sebagaian besar trafik DNS (domain name system) terpotong karena malware itu. Jadi nggak melulu karena jaringan down," jelas Didin.
Tingginya serangan malware lewat kedok pornografi juga dicatat oleh DNS Nawala. Menurut Irwin Day, Deputy of Public & Corporate Relationship Yayasan Nawala Nusantara, serangan malware yang masuk bisa menyebabkan trafik melonjak pesat secara tiba-tiba.
"Dari 10 besar situs yang biasanya diakses itu ada Google, Facebook, dan lainnya. Tapi begitu ada serangan, domain yang masuk lima besar sudah tidak jelas siapa saja nama domainnya. Dan itu bisa 10 kali lipat dari trafik normal," papar dia.
(rou/ash)