'Salah Blokir Situs Malah Bisa Picu Radikalisme'

Jakarta - Pemblokiran puluhan situs yang dituding radikalisme oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) atas perintah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dinilai bisa berdampak negatif karena dianggap tidak tran‎sparan.

Bahkan ditakutkan oleh Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono, ‎pemblokiran situs yang dianggap radikal itu tanpa sebab yang jelas malah bisa memicu radikalisme itu sendiri.


"Ada beberapa situs terkenal damai yang masuk ke dalam daftar. Kalau ini diblokir lalu sekelompok golongan Islam marah, malah bisa memicu munculnya radikalisme," ujarnya pada detikINET, Selasa (31/3/2015).


"Apalagi jika (sampai) ada isu bahwa di dalam BNPT itu banyak yang non-muslim, amat sangat berbahaya‎," lanjut Nonot yang mengaku khawatir kasus ini bisa memicu perpecahan masyarakat.


Dalam pandangannya, kasus ini sangat sensitif. Dan pemerintah harus bisa memastikan bahwa pemblokiran dilakukan atas persetujuan semua pihak, khususnya setelah melewati uji publik dan meminta fatwa dari lembaga keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI).


"Harusnya badan nasional itu (BNPT) minta fatwa atau kesaksian MUI kalimat mana yang dinilai menghasut dan provokatif mengajak teror. Jangan sampai yang menilai orang beda agama atau yang bisa menimbulkan ketegangan SARA. Bisa terjadi revolusi dan perang saudara," jelasnya.


Menurutnya, pemblokiran situs dengan dalih demi menghadang ISIS ini tak perlu ditindaklanjuti dengan cara yang paran‎oid. Karena dianggap oleh Nonot bisa memunculkan perlawanan karena pendekatannya kurang simpatik.


"Kominfo bisa saja tidak serta-merta memblokir. Dilihat dulu lingkup kewenangan BNPT itu sejauh mana bisa memerintah kementerian teknis. Dampak terorismenya belum jelas tetapi keresahan masyarakat terjadi karena over reaktif," ujarnya.


"Jadinya BNPT yang meneror masyarakat karena ketidakkerenan kita dalam menangani isu kekerasan. Kekerasan diatasi dengan kekerasan pada yang belum tentu keras hanya berdasar prasangka paranoid," sesal Nonot.


(rou/ash)