Tak lama setelah pemblokiran itu terungkap ke publik, para pemangku kepentingan langsung jadi sasaran konfirmasi oleh media. Mulai dari Menkominfo Rudiantara, Pejabat di Kominfo, pengurus Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) sampai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) coba dikonfirmasi Namun pada Senin (30/3/2015) petang, mereka tak ada yang menjawab.
Sampai akhirnya satu per satu muncul ke permukaan untuk menjelaskan duduk perkara sampai akhirnya keputusan pemblokiran itu diambil.
Ismail Cawidu, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo menjelaskan, situs-situs yang dituding radikal tersebut merupakan hasil dari laporan BNPT. "Normatifnya sesuai aturan, semua pengaduan itu berasal dari lembaga yang terkait bidang yang diadukan. Dimana dalam hal ini BNPT memang punya lingkup terkait terorisme," kata Ismail saat dikonfirmasi detikINET, Selasa (31/3/2015).
Awalnya, situs yang masuk daftar hitam BNPT ada 26. Ismail mengungkapkan, ke 26 situs itu dianggap melanggar UU ITE Pasal 28 ayat 2. Dimana berbunyi, "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)".
"Sebenarnya BNPT juga telah mendapat laporan dari masyarakat terkait situs-situs ini, yang dianggap mengandung paham radikalisme dan terorisme. Setelah dianalisa oleh BNPT dan disimpulkan betul dan mengirimkan surat permintaan pemblokiran ke Kominfo," Imbuh Ismail.
Kominfo pun disebut tak asal langsung memblokir saat mendapat surat permintaan BNPT. Kementerian yang dipimpin Menteri Rudiantara ini juga melakukan cek dan ricek. Dimana hasilnya dari 26 situs yang dilaporkan ternyata ada 4 situs yang sudah tidak aktif, 2 situs merupakan duplikasi dan 1 situs sudah ditutup. Jadi total ada 19 situs yang diputuskan untuk diblokir.Next
(ash/fyk)