Aplikasi smartphone yang menjadi perantara di antara penumpang dengan mobil sewaan ini tampaknya memang harus lebih rajin mendekat ke setiap pemerintah setempat yang disinggahinya.
Atas keputusan pihak berwenang Berlin ini, seperti dikutip dari Insurance Journal, Selasa (19/8/2014), Uber merasa keberatan dan akan mengajukan banding. Uber menilai Berlin menutup mata atas pilihan dan mobilitas warganya.
"Sebagai pendatang baru, kami membawa sesuatu yang sangat dibutuhkan kompetisi pasar yang tidak berubah dalam beberapa tahun. Kompetisi adalah hal yang sangat baik. Dan pada akhirnya konsumen yang akan menang," kata German General Manager Uber Fabien Nestman.
Uber sendiri memang kontrovesial di beberapa negara. Selain di Berlin, aplikasi ini juga ditolak di Paris, Prancis. Di kota mode itu, para sopir taksi menolak keberadaan armada Uber karena dianggap tak memiliki izin.
Di Indonesia, Uber tidak ingin kejadian tersebut terulang. Beberapa waktu lalu, mereka datang ke Jakarta dalam rangka promosi layanannya sekaligus melakukan pendekatan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, menggolongkan layanan taksi yang ditawarkan Uber sebagai taksi gelap sehingga melarangnya beroperasi. Demi meluruskan kontroversi yang terjadi, pihak Uber mengaku tak segan duduk bareng agar bisa diskusi langsung dengan pihak berwenang.
"Kami berharap memiliki diskusi konstruktif dengan pemerintah dan pemangku kepentingan dari non-pemerintah tentang bagaimana teknologi kami menambah nilai bagi konsumen, driver, dan masyarakat Indonesia," ujar General Manager Regional Uber, Mike Brown, kepada detikINET beberapa waktu lalu.
(rns/ash)