Soal Blokir Situs 'Radikal', APJII Kirim Surat Terbuka ke Kominfo

Jakarta - Permintaan pemblokiran oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terhadap 22 situs yang dianggap sebagai penggerak paham radikalisme dan/atau sebagai simpatisan radikalisme sudah terkonfirmasi.

Ketua Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Semuel A. Pangerapan menegaskan kabar tersebut. "Iya ada permintaan untuk memblokir situs yang diusulkan oleh BNPT yang dikirim (Kementerian) Kominfo ke anggota APJII," kata Semmy -- panggilan akrabnya -- saat dikontak detikINET.


Permintaan pemblokiran itu tertuang dalam surat dari BNPT nomor 149/K.BNPT/3/2015 tentang situs/website radikal. Melihat reaksi publik yang cukup besar terhadap isu pemblokiran ini, APJII sebagai asosiasi yang menaungi para ISP pun sampai harus membuat surat terbuka yang ditujukan kepada Kementerian Kominfo.


Dalam surat terbukanya, APJII menyebut sebagian anggotanya (ISP) sudah menerima surat tersebut, namun sebagian lainnya belum mendapatkan email yang berisi permintaan pemblokiran dari Kominfo dan Trust Positif tersebut.


"Kami menyadari, pemerintah berhak menggunakan kewenangannya dalam melakukan langkah-langkah antisipatif untuk menjaga ketertiban umum. Walaupun pesan yang muncul pada saat mengakses situs yang dianggap negatif menyatakan Kementerian Kominfo memblok situs tersebut, namun kenyataannya banyak masyarakat yang menanyakan hal ini kepada anggota kami," jelas APJII.


APJII menambahkan, mengingat dari daftar 22 situs (sebelumnya disebut ada 19 situs) yang disebutkan sebagai terindikasi terorisme masih menjadi perdebatan di masyarakat. Dasar hukum yang digunakan tidaklah sejelas untuk pemblokiran situs pornografi seperti yang diamanahkan dalam UU 11, 2008 tentang ITE dan UU 44, 2008 tentang Pornografi.


"Ke depannya, kami berharap ada sebuah sistem pemblokiran yang bisa dilakukan tersentralisasi atau dilaksanakan oleh pihak ketiga. Dengan demikian jaringan ISP dapat mempertahankan netralitasnya. Mengenai konten negatif di luar pornografi, kami mengusulkan ditetapkan oleh lembaga peradilan," tutup APJII.


(ash/ash)