Mereka melaporkan terjadinya kebocoran soal UN setelah mengaku berhasil mengunduh 25 dari 30 soal UN di Google Drive.
Menurut Ketua Lembaga Riset Keamanan Cyber CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) Pratama Persadha, selain keamanan pendistribusian soal, harus ada jaminan keamanan jaringan lokal sekolah penyelenggara.
“Jangan sampai kesiapan di sekolah-sekolah diabaikan. Pengamanan lokal penting. Begitu juga dengan suplai listrik,” terangnya.
Untuk keamanan digital, lanjutnya, pemerintah bisa menggunakan teknologi enkripsi terkini untuk menjamin tidak bocornya soal UN. “Dengan enkripsi nantinya hanya beberapa pejabat yang diberi kewenangan memegang kunci untuk mendekripsi atau membuka bahan,” jelas ahli kriptografi ini dalam keterangannya, Rabu (15/4/2015).
Begitu juga dengan hasil pekerjaan siswa dan nilai yang keluar, harus dienkripsi terlebih dahulu sebelum dikirimkan. "Ini langkah preventif mencegah tangan-tangan jahil hacker agar hasilnya bisa valid dan terhindar dari manipulasi,” tegas Pratama.
Mantan ketua tim Lembaga Sandi Negara untuk IT Kepresidenan ini melihat UN dengan komputer ini harus terus dikembangkan. Sebab dalam jangka waktu panjang, UN model ini akan menghemat waktu dan anggaran pemerintah.
Pemerintah bisa mulai menyusun daerah dan sekolah mana saja yang sudah siap infrastrukturnya untuk melaksanakan UN berbasis komputer.
"Syukur-syukur ke depan bisa dengan sistem online. Namun tentu harus diperkuat dengan teknologi enkripsi yang memadai," Pratama menandaskan.
(ash/ash)