Memoles e-Banking Guna Menangkal Serangan Sinkronisasi Token

Jakarta - Pada awal tahun 2015, dunia perbankan di Indonesia diresahkan serangan cyber fraud yang menyasar layanan internet banking beberapa bank papan atas. Metode serangannya cukup unik, yaitu mengintervensi proses transaksi internet banking yang tengah berlangsung. Nasabah yang sedang melakukan transaksi diminta mengentri token berulang kali, melalui pop-up window yang meminta sinkronisasi token.

Setelah menjalankan perintah pop-up window ini, seorang korban dilaporkan mendapati rekeningnya terdebit sebesar Rp 13 juta karena terjadi transfer secara tidak sah ke tujuan rekening yang tidak dikenalnya. Mengenai jumlah korban, pihak BCA sempat menyebutkan adanya seribu nasabah yang menjadi korban serangan ini (sumber: 1.000 Nasabah Terkena "Sinkronisasi Token", kompas online, 6/3/15), yang kemudian diralat menjadi hanya 43 nasabah. (sumber: Hanya 43 Nasabah yang Terkena "Sinkronisasi Token", kompas online, 6/3/15). Selain BCA, nasabah Bank Mandiri juga menjadi korban dari serangan ini. (sumber: Nasabah Mandiri juga Terkena Malware Pencuri Uang, CNN Indonesia Online, 6/3/15).


Sangat menarik dikaji, celah rawan apakah dalam sistem internet banking yang berhasil dieksploitasi penyerang. Pihak BCA menyatakan, serangan dapat terjadi karena nasabah menggunakan personal computer (PC) yang sudah terinfeksi virus. Pun demikian, sistem token sendiri dinyatakan tetap aman. Sebagai respons kasus ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah meminta bank mengaudit ulang pengamanan IT untuk fasilitas internet banking, menyusul maraknya kasus pembobolan rekening nasabah akibat mengakses fasilitas tersebut.


Bank sebagai penyedia layanan telah menerapkan langkah mitigasi menurunkan risiko berulangnya insiden serangan di atas. Ini terutama dilakukan dengan memberikan sejumlah tips, yang ditampilkan dalam halaman web internet banking, agar nasabah memastikan keamanan transaksi internet banking dengan cara; (1) membersihkan personal computer yang digunakan dari infeksi virus, (2) menghentikan transaksi ketika muncul permintaan sinkronisasi token dan segera melaporkan kejadian tersebut kepada customer service, dan (3) memeriksa bahwa alamat web internet banking adalah alamat yang benar.


Imbauan dan sosialisasi tips pengamanan tersebut sudah baik, mengingat tingkat pemahaman dan kepedulian pengguna merupakan faktor kunci dalam keamanan internet banking. Namun demikian, jelas efektifitas upaya mitigasi tersebut sangat bergantung kemampuan nasabah memahami dan juga menjalankan berbagai tips yang disampaikan pihak bank.


Dengan memperhatikan hambatan-hambatan di atas, penulis memperkirakan masih terdapat peluang kegagalan yang signifikan dari langkah mitigasi yang sudah dijalankan. Bank masih perlu memikirkan strategi mitigasi lain yang tidak hanya bergantung pada kapabilitas dan kepatuhan nasabah.


Secara internal, di mata penulis, bank perlu melakukan analisis dan mencari solusi terhadap serangan internet banking yang telah terjadi, antara lain mencakup: Mengidentifikasi (a) titik kerawanan yang mana yang berhasil dieksploitasi penyerang dan juga (b) mekanisme keamanan yang mana yang berhasil dipatahkan atau tidak berjalan dengan efektif?. Mengidentifikasi skenario dasar serangan yang ada dan mengkaji berbagai alternatif kemungkinan serangan yang dapat dibangun berdasarkan skenario dasar tersebut, dan merumuskan alternatif solusi perbaikan keamananan sistem internet banking yang dapat menangkal skenario dasar serangan di atas. Next


(ash/ash)