Beda ponsel dan merek biasanya berbeda pula arus charger yang dikeluarkan. Perbedaan ini muncul karena kebutuhan isi ulang baterai ponsel yang berbeda pula.
Untuk BlackBerry lawas seperti Apollo atau Onyx misalnya, charger bawaan produsen asal Kanada itu mencantumkan arus keluar sebesar 500 mA. Sedangkan kebanyakan ponsel Android menggunakan 1.000 mA, 1.500 mA, 2.000 mA, atau bahkan ada yang mencapai 4.500 mA. Tergantung dari tipe ponselnya.
Menurut pentolan forum Gadtorade, Lucky Sebastian, menggunakan charger yang lebih besar dari seharusnya itu sah-sah saja. Mitos soal akan merusak baterai dianggap tidak benar.
Pasalnya, ponsel terkini sudah memiliki sirkuit untuk membatasi arus listrik yang masuk. Tapi ada juga ponsel yang dibuat untuk menerima arus listrik yang lebih besar, hal ini tentu berdampak pada pengisian baterai yang lebih cepat.
Contoh charger beda arus, kiri punya LG G3 1.8 A, kanan 1 A milik HTC Sensation (dok.detikINET)
“Kalau saya pakai battery doctor, ponsel yang punya charger bawaan 1A (1.000 mA), dikasih 2A masuknya tetap 1A. Karena gadget sudah bisa mengatur arus yang dibutuhkan,” ujarnya kepada detikINET, Selasa (1/7/2014).
Teknologi Rapidcharge yang diperkenalkan Oppo melalui Find 7 jadi salah satu bukti bahwa isi ulang dengan arus lebih besar aman dilakukan untuk ponsel tipe tertentu. Perlu diketahui bahwa teknologi tersebut menggunakan charger berdaya 4.500 mA.
“Itu aman. Charger untuk Find 7/7a dibuat khusus untuk mempercepat isi ulang baterai dengan aman. Kami bahkan menggunakan lima lapis perlindungan dari charger hingga ke headset,” tambah Ivan Lau, Brand Director Oppo Indonesia saat dikonfirmasi detikINET.
Tapi sebaliknnya, menggunakan charger dengan arus lebih kecil sangat tidak dianjurkan. Karena selain proses pengisian akan lebih lama, ada beberapa gadget yang justu menolak untuk diisi jika daya yang masuk tidak cukup. Contohnya, saat ingin men-charge iPad melalui port USB komputer.
(eno/ash)