Flo mungkin tak pernah menyangka kalau statusnya di Path bakal berbuntut panjang. Berawal dari antrean di SPBU, dengan motor matic-nya, Flo ikut antre di jalur mobil.
Dianggap menyela antrean dan tak diizinkan mengisi BBM, Flo pun kesal dan menumpahkan kemarahannya di Path. Tak berselang lama, sejumlah aktivis yang mentasnamakan warga Yogyakarta bergerak melakukan demonstrasi mengecam Flo.
Mahasiswi S2 Program Studi Kenoktariatan Fakultas Hukum UGM (Universitas Gadjah Mada) ini dinilai telah menghina warga Yogyakarta. Tak hanya menggelar aksi protes di bBundaran kampus UGM, mereka kemudian melaporkan Flo ke polisi.
Pelapor yang juga ketua LSM Jatisura Fajar Riaynto mengatakan, Florence dilaporkan terkait dugaan tindak pidana pencemaran nama baik kelompok masyarakat pasal 27 ayat 3, 28 ayat (2) UU ITE no 11 tahun 2008 Jo pasal 310 dan pasal 311 KUHP. Florence menulis di media sosial Path dengan makian kepada warga Yogyakarta.
Sempat ditahan, Flo saat ini masih menjalani proses hukum terkait pernyataannya di status Path. Dia pun menyatakan penyesalan dan permohonan maaf langsung kepada Gubernur DIY Sri Sultan HB X, warga Yogyakarta dan kepada kampus UGM.
Meski demikian, banyak juga yang bersimpati pada kasus Flo. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menilai langkah polisi menahan Flo seharusnya melihat pasal terkait dalam Undang-undang 11/2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
"Itu pelanggaran etika, tidak seharusnya ditahan. Sanksi sosial saja sudah cukup," kata Kepala Humas Kemenkominfo Ismail Cawidu kala itu.
Yang jelas, ini menjadi pelajaran bahwa hendaknya kita harus berhati-hati menggunakan media sosial. Pengamat media sosial Nukman Luthfie menyarankan agar kita menjauhi media sosial saat marah.
"Di media sosial jika kita menyakiti seseorang atau sekelompok orang, etnis tertentu, efeknya jauh lebih dahsyat. Ada efek viral. Saya yakin Florence nggak maksud seperti itu. Dia hanya ngedumel, ya tapi ngedumel di offline beda dengan online, ada efek viralnya" ujar Nukman. (rns/ash)