Konsep ini ditawarkan oleh House Vision, sebuah proyek yang fokus pada pengembangan pemikiran terkait konsep kualitas kehidupan yang lebih baik. Kehidupan yang lebih baik dipercaya berasal dari rumah. Cara berkegiatan dan brinteraksi di rumah, apakah itu membuat seseorang bahagia atau tidak, merupakan faktor penentu kualitas kehidupan.
Di hadapan peserta gelaran Ericsson Business & Innovation Forum 2013 di Tokyo, Rabu (30/10/2013), Kenya Hara sang direktur proyek menawarkan konsep 'living together' yang secara harafiah bisa diartikan hidup bersama. Kondisi di Jepang beberapa tahun terakhir menjadi latar belakang. Jumlah anggota keluarga yang menetap di satu rumah semakin sedikit.
50 tahun lalu, satu rumah di Jepang diisi oleh empat orang. Kini, rata-rata hanya dua orang. Komposisinya beragam. Bisa suami istri, kakak adik, nenek cucu, atau sekadar teman. Semakin banyak kejadian di mana para manula ditemukan meninggal.
Tidak ada yang mendampingi. Keinginan untuk menikah juga semakin rendah, begitu pula dengan hasrat memiliki keturunan. Jika terus berlanjut, jumlah penduduk yang menyusut dikhawatirkan akan mempengaruhi kestabilan Jepang sebagai sebuah negara.
Lalu seperti apa bentuk implementasi 'living together'? Untuk Jepang, House Vision mengusulkan sebuah rumah yang ditempati 500 orang. Jangan bayangkan rumah susun. Rumah 500 orang ini hanya memiliki ruang privat untuk tidur. Sedangkan untuk aktivitas lain harus berbagi dengan para penghuni.
Dengan alasan kenyamanan dan privasi, sharing fasilitas dibagi ke beberapa level: kecil, sedang dan besar. Kecil (5-7 orang) misalnya untuk berbagi toilet, sedang (30-45 orang) untuk berbagi tagihan listrik, besar (100-150 orang) berbagi dapur dan tempat makan, besar sekali (500 orang) berbagi taman dan sekolah.Next
(ine/ash)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!